Halaman
Kebijakan Fiskal
BAB
II
S
elain menentukan kebijakan moneter yang mengatur tentang jumlah uang
yang beredar, pemerintah juga menentukan kebijakan fiskal yang
mengatur penerimaan dan pengeluaran negara melalui penyusunan APBN.
Nah, pada bab ini kamu akan mempelajari sumber-sumber penerimaan dan
alokasi pembelanjaan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dari
pembelajaran ini, kamu diharapkan dapat memahami seputar APBN dan
APBD.
Kata kunci:
APBN, APBD, kebijakan anggaran, pajak
Peta Konsep
APBD
-
Sumber Pendapatan Daerah
-
Jenis Pengeluaran Daerah
APBN
-
Sumber Pendapatan Negara
-
Jenis Pengeluaran Negara
Perpajakan
-
PPh
-PBB
-
PPN
-
Bea Meterai
Kebijakan Fiskal
Surplus
Defisit
Seimbang
Dinamis
Kebijakan Fiskal
27
A.
Pengertian APBN dan APBD
Sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 23,
keuangan negara merupakan kewenangan pemerintah untuk
mengatur rencana penerimaan dan pengeluaran negara serta
pengaruh-pengaruhnya terhadap perekonomian negara
tersebut. Sementara itu, APBD disusun oleh pemerintah daerah
bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk menjalankan
pemerintahan daerahnya masing-masing.
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(Budget)
Peran pemerintah dalam kegiatan ekonomi nasional, antara lain
dengan disusunnya APBN.
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN)
adalah suatu daftar yang memuat secara rinci
tentang sumber-sumber penerimaan dan alokasi
pengeluarannya dalam jangka waktu tertentu, dalam rangka
mencapai sasaran pembangunan dalam kurun waktu satu tahun.
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
didasarkan pada ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945 yang telah diubah menjadi Pasal 23 Ayat (1), (2) dan
(3) Amandemen UUD 1945 yang berbunyi “(1) Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-
undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; (2) Rancangan
undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan
Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah; (3) Apabila Dewan Perwakilan
Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah
menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun
yang lalu”. APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, berarti
penyusunannya harus dengan persetujuan DPR, sesuai dengan
UUD 1945 Pasal 23.
Kalian tentu sudah mengetahui, sebagaimana ibumu di
rumah, untuk menjalankan kegiatannya sehari-hari sebuah
negara juga memerlukan perencanaan keuangan guna
pembelanjaan rumah tangga negara. Bahkan, perencanaannya
disusun lebih sistematis dan terperinci.
Keseluruhan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang disebut dengan keuangan negara. Semakin baik
keuangan negara, semakin stabil pula kedudukan pemerintahan
dalam negara tersebut. Namun sebaliknya, memburuknya
keuangan negara mengakibatkan kesulitan untuk mempertinggi
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Perencanaan keuangan
negara merupakan wewenang pemerintah, baik pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah. Oleh karena itu, disebut
sebagai anggaran pendapatan dan belanja pemerintah.
Tabel 2.1
APBN-P 2006 dan APBN
2007 (dalam Rp triliun)
APBN-P
APBN
2006
2007
Pendapatan Negara
659,12
723,1
• Penerimaan
Dalam Negeri
640,06
720,4
- Perpajakan
410,23
509,5
- PNPB
229,83
210,9
Belanja Negara
699,1
763,3
• Belanja Pemerintah
478,25
504,8
Pusat
• Belanja Pemerintah
220,85
258,8
Daerah
Defisit
39,98
40,5
Pembiayaan
• Pembiayaan Dalam
55,26
55,1
Negeri
• Pembiayaan Luar
15,27
14,6
Negeri Neto
Asumsi Makro
• Nominal PDB
3.119,07 3.531,1
(Rp triliun)
• Pertumbuhan
5,8
6,3
Ekonomi (%)
• Inflasi (%)
8%
6,5%
• SBI 3 Bulan (%)
12%
8,5%
• Kurs Rupiah/
9.300
9.300
Dollar AS
Uraian
Sumber:
Departemen Keuangan
28
Ekonomi SMA dan MA Kelas XI
Dari pengertian tersebut dikandung maksud bahwa setiap tahun
pemerintah bersama dengan DPR menyusun APBN, yang
dimulai tanggal 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember
tahun yang bersangkutan.
Siklus dan mekanisme APBN meliputi beberapa tahap, yaitu:
a. tahap penyusunan RAPBN oleh pemerintah;
b . tahap pembahasan dan penetapan RAPBN menjadi APBN
dengan Dewan Perwakilan Rakyat;
c. tahap pelaksanaan APBN;
d. tahap pengawasan pelaksanaan APBN oleh instansi yang
berwenang antara lain Badan Pemeriksa Keuangan; dan
e. tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
Siklus penyusunan APBN akan berakhir pada saat Perhitungan
Anggaran Negara (PAN) yang disahkan oleh DPR dua tahun
kemudian.
APBN memiliki beberapa fungsi, di antaranya sebagai berikut.
a. Fungsi Alokasi
Fungsi Alokasi artinya APBN berfungsi untuk
mengalokasikan faltor-faktor produksi yang tersedia di
dalam masyarakat, sehingga kebutuhan masyarakat akan
public goods
atau kebutuhan umum akan terpenuhi. Tanpa
prakarsa pemerintah, kecil kemungkinannya masyarakat
dapat memenuhi kebutuhan mereka akan terselenggaranya
keamanan, keadilan, pendidikan, jalan-jalan, jembatan,
taman, tempat ibadah, dan sarana yang lainnya.
b . Fungsi Distribusi
Fungsi distribusi artinya APBN berfungsi untuk pembagian
pendapatan nasional yang adil atau pembagian dana ke
berbagai sektor. Misalnya pemerintah sebagai penarik pajak
dari rakyat untuk disalurkan kepada masyarakat dalam
bentuk pemberian tunjangan pegawai, tunjangan pensiun,
kenaikan gaji pegawai, dan sebagainya.
c. Fungsi Stabilisasi
APBN mempunyai fungsi stabilisasi, artinya untuk
terpeliharanya tingkat kesempatan kerja yang tinggi, tingkat
harga yang relatif stabil dan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang cukup memadai. Di samping itu untuk mengendalikan
jalannya perekonomian negara setiap tahun, sebab keadaan
perekonomian negara sering terjadi pasang surut, kadangkala
terjadi inflasi atau mungkin deflasi.
1) Bila terjadi inflasi, untuk menekannya adalah dengan
mengurangi anggaran pembelanjaan negara, sehingga
tingkat harga dapat menurun dan dapat menciptakan
anggaran yang surplus (kelebihan).
2) Bila terjadi deflasi, maka pemerintah dapat menambah
pengeluaran, jika perlu dengan menyusun defisit
anggaran di mana pengeluaran lebih besar daripada
penerimaan.
Wawasan Ekonomi
Kita sering melihat suatu tulisan
“Proyek ini dibangun dengan
pajak anda” seperti pem-
bangunan jalan dan jembatan.
Hal tersebut menunjukkan APBN
sebagai fungsi alokasi.
Kebijakan Fiskal
29
3) Bila keadaan perekonomian dalam keadaan normal,
maka anggaran disusun dalam rangka untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yakni dengan
menggunakan anggaran yang seimbang.
Penyusunan APBN bertujuan untuk menciptakan dan
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara
keseluruhan. Dan penyusunannya didasarkan atas asas
berimbang dan dinamis, artinya sektor penerimaan diusahakan
selalu meningkat dan sektor pengeluaran diusahakan untuk
diadakan penghematan, dan lebih diarahkan pada dana
pembangunan untuk kegiatan yang menunjang peningkatan
produksi nasional, sehingga besarnya pengeluaran (belanja)
seimbang dengan penerimaannya.
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
adalah
suatu rencana kerja pemerintah daerah yang mencakup seluruh
penerimaan dan belanja (pengeluaran) pemerintah daerah, baik
provinsi ataupun kabupaten dalam rangka mencapai sasaran
pembangunan dalam kurun waktu satu tahun yang dinyatakan
dalam satuan uang dan dsetujui oleh DPRD.
Pada dasarnya fungsi dan tujuan penyusunan APBD sama
dengan fungsi dan tujuan APBN, hanya dalam APBD ruang
lingkupnya yang berbeda, APBN berskala nasional sedangkan
APBD terbatas pada wilayah daerah dan pelaksanaannya
diserahkan kepada kepala daerah atau gubernur dan bupati/
walikota, serta sesuai dengan kebijakan otonomi daerah.
Proses penyusunan APBD secara skematis dapat digambarkan
sebagai berikut.
Tugas Mandiri
1. Bagaimanakah proses penyusunan APBN yang
dilakukan oleh pemerintah Indonesia?
2. Fungsi APBN yang manakah yang lebih efektif
dilaksanakan oleh pemerintah daerah? Mengapa?
Diajukan
Diterima
Ditolak
BUPATI/WALIKOTA
Menyusun RAPBD/Nota
Keuangan Daerah
D P R D
RAPBD dan disidangkan
APBD tahun lalu
APBD/Perda
30
Ekonomi SMA dan MA Kelas XI
B.
Sumber-Sumber Penerimaan dan
Pengeluaran Negara
Program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah memerlukan banyak dana.
Pembiayaan pembangunan tersebut dapat dihimpun dari
berbagai sumber-sumber pendapatan atau penerimaan.
Sumber-sumber penerimaan dan pengalokasiannya dapat dilihat
dari susunan APBN maupun APBD.
1. Sumber-Sumber Pendapatan Negara dan Daerah
Setiap negara menginginkan untuk meningkatkan penerimaan
atau pendapatan nasional, karena dengan peningkatan
pendapatan kemakmuran suatu negara akan meningkat. Sejalan
dengan itu, dalam kebijakan fiskal pemerintah terus
meningkatkan penerimaan negara baik penerimaan negara
berupa pajak dan bukan pajak atau penerimaan migas dan
nonmigas. Sementara itu, pemerintah daerah juga berkeinginan
untuk meningkatkan penerimaan atau pendapatan derahnya
guna menunjang pembangunan daerah.
Berikut ini diuraikan sumber-sumber pendapatan negara dan
pendapatan daerah.
Sumber-Sumber Pendapatan Negara
Sumber-Sumber Pendapatan Daerah
Pendapatan Asli Daerah
a. Pajak daerah
b . Retribusi daerah
c. Bagian laba Badan Usaha Milik Daerah
d. Penerimaan dari dinas-dinas daerah
e. Penerimaan lain-lain
Dana Perimbangan
a. Bagi hasil pajak dan bukan pajak
b. Dana Alokasi Umum (DAU) dari
Pemerintah Pusat
c. Dana Alokasi Khusus (DAK)
d. Dana perimbangan
e. Pinjaman pemerintah daerah
f. Pinjaman untuk Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD)
Lain-lain pendapatan yang sah
Penerimaan Negara dan Hibah
1. Penerimaan Dalam negeri
a. Penerimaan perpajakan
1) Pajak dalam negeri (PPh, PPN,
PBB, cukai, dan lainnya)
2) Pajak perdagangan internasional
(bea masuk, pajak impor)
b. Penerimaan bukan pajak
1) Penerimaan sumber daya alam
2) Bagian laba BUMN
3) Penerimaan Negara bukan pajak
lainnya
2. Hibah
2. Jenis Pembelanjaan Pemerintah Pusat dan Daerah
Pendapatan yang berasal dari berbagai sumber selanjutnya
digunakan untuk membiayai negara secara rutin dan
pembangunan agar jalannya pemerintahan semakin lancar.
Wawasan Ekonomi
Mulai tahun 2008, Departemen
Keuangan akan menetapkan
daerah-daerah kaya yang tidak
layak lagi mendapatkan Dana
Alokasi Umum atau DAU.
Langkah-langkah tersebut karena
pemerintah ingin mengembalikan
fungsi utama DAU sebagai
sarana untuk pemerataan bagi
daerah.
Kebijakan Fiskal
31
Jenis Pembelanjaan Pemerintah pusat
Jenis Pembelanjaan Pemerintah Daerah
1. Anggaran belanja rutin
a. Belanja DPRD
b . Belanja Kepala Daerah
c. Belanja Pegawai
d. Belanja Barang
e. Belanja Pemeliharaan
f. Belanja Perjalanan Dinas
g. Belanja lain-lain
h. Angsuran pinjaman dan bunga
i. Subsidi kepada daerah bawahan
j. Pengeluaran yang tidak termasuk
bagian lain
k. Pengeluaran tak terduga
2. Anggaran Belanja Pembangunan
a. Proyek-proyek daerah
b . Biaya operasional dan pemeliharaan
sarana dan prasarana daerah
c. Proyek-proyek pembangunan
Belanja Negara
1. Belanja Pemerintah Pusat
1) Belanja pegawai
2) Belanja barang
3) Belanja Modal
4) Pembayaran bunga utang (dalam
negeri dan luar negeri)
5) Subsidi (BBM dan non BBM)
6) Belanja Hibah
7) Bantuan Sosial
8) Belanja lainnya
2. Belanja Daerah
1) Dana Perimbangan
a. Dana bagi hasil
b . Dana Alokasi Umum (DAU)
c. Dana Alokasi Khusus (DAK)
2) Dana Otonomi Khusus dan
Penyesuaian
Pembelanjaan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dapat diuraikan seperti berikut ini.
Sebagai gambaran, berikut ini disajikan data tentang jenis
pembelanjaan daerah yang berupa dana alokasi umum (DAU).
Berdasarkan uraian mengenai sumber penerimaan dan
belanja negara, maka diusahakan setiap APBN dan APBD
menunjukkan adanya tabungan pemerintah. Semakin tinggi
tabungan pemerintah maka akan dapat meningkatkan investasi
atau penanaman modal untuk usaha sehingga pembangunan
dapat berjalan dengan lancar atau dengan kata lain APBN
menunjukkan
surplus
.
Sumber:
Departemen Keuangan
Rp 69,2 triliun
Rp 59,48 triliun
Rp 82,13 triliun
Rp 88,77 triliun
Rp 145,67 triliun
2002
2003
2004
2005
2006
Daerah penerimaan DAU terbesar 2006, antara lain:
- Kabupaten Bandung Rp 1,17 triliun
- Kabupaten Bogor
Rp 806,99 miliar
- Kabupaten Malang
Rp 795,1 miliar
1.
2.
3.
4.
5.
No.
Tahun
Jumlah
Tabel 2.2
Pencairan Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2006–2007
32
Ekonomi SMA dan MA Kelas XI
Tabungan Pemerintah = Penerimaan dalam Negeri – Pengeluaran Rutin
Secara matematis tabungan pemerintah atau tabungan
negara dapat dihitung sebagai berikut.
Untuk lebih mengetahui dan memahami tentang sumber
pendapatan dan tujuan pembelanjaan negara, berikut ini
disajikan contoh APBN 2006 dan RAPBN 2007.
Ringkasan APBN 2006, RAPBN-P 2006 dan RAPBN 2007
1)
(triliun rupiah)
1) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan karena pembulatan
Sumber:
Departemen Keuangan RI
A. Pendapatan Negara dan Hibah
625,2
20,6
651,9
20,9
713,4
20,2
I.
Penerimaan Dalam Negeri
621,6
20,4
648,0
20,8
710,8
20,1
1.
Penerimaan Perpajakan
416,3
13,7
423,5
13,6
505,9
14,3
a.
Pajak Dalam Negeri
399,3
13,1
408,8
13,1
490,2
13,9
b.
Pajak Perdagangan Internasional
17,0
0,6
14,6
0,5
15,6
0,4
2.
Penerimaan Negara Bukan Pajak
205,3
6,8
224,5
7,2
204,9
5,8
a.
Penerimaan SDA
151,6
5,0
161,9
5,2
151,6
4,3
b.
Bagian Laba BUMN
23,3
0,8
21,7
0,7
16,2
0,5
c.
PNBP Lainnya
30,4
1,0
40,9
1,3
37,1
1,1
I I . Hibah
3,6
0,1
3,9
0,1
2,7
0,1
B.
Belanja Negara
647,7
21,3
689,5
22,1
746,5
21,1
I.
Belanja Pemerintah Pusat
427,6
14,1
470,2
15,1
496,0
14,0
II. Belanja ke Daerah
220,1
7,2
219,4
7,0
250,5
7,1
1.
Dana Perimbangan
216,6
7,1
215,3
6,9
243,9
6,9
2.
Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
3,5
0,0
4,1
0,0
6,7
0,0
C. Keseimbangan Primer
54,2
1,8
45,8
1,5
52,0
1,5
D. Surplus/Defisit Anggaran (A–B)
-22,4
-0,7
-37,6
-1,2
-33,1
-0,9
E.
Pembiayaan (I + II)
22,4
0,7
37,6
1,2
33,1
0,9
I.
Pembiayaan Dalam Negeri
50,9
1,7
52,4
1,7
51,3
1,5
1.
Perbankan dalam negeri
23,0
0,8
14,5
0,5
16,1
0,5
2.
Non-perbankan dalam negeri
27,9
0,9
37,9
1,2
35,2
1,0
II. Pembiayaan Luar negeri (neto)
-28,5
-0,9
-14,8
-0,5
-18,2
-0,5
1.
Penarikan Pinjaman LN (bruto)
35,1
1,2
39,9
1,3
35,9
1,0
2.
Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN
-63,6
-2,1
-54,7
-1,8
-54,1
-1,5
2006
2007
APBN
% thd
PDB
RAPBN-P
% thd
PDB
RAPBN
% thd
PDB
Uraian
Tugas Mandiri
1. Selain pajak, terdapat juga penerimaan negara dari
sektor nonpajak. Berikan contoh penerimaan negara
dari sektor nonpajak!
2. Apa saja sasaran pembelanjaan negara yang tercantum
dalam APBN? Jelaskan!
Kebijakan Fiskal
33
C.
Pengaruh APBN dan APBD Terhadap
Perekonomian
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
merupakan bagian tak terpisahkan dari perekonomian secara
agregat. Hal ini disebabkan setiap perubahan yang terjadi pada
variabel-variabel ekonomi makro akan berpengaruh besaran-
besaran pada APBN. Sebaliknya, setiap terjadi perubahan dalam
kebijakan APBN (sebagai percerminan kebijakan fiskal) yang
diambil pemerintah pada gilirannya juga akan memengaruhi
aktivitas perekonomian.
Saat ini, kebijakan anggaran negara mempunyai peranan
yang cukup penting dalam mendorong aktivitas perekonomian,
terutama ketika dunia usaha belum sepenuhnya pulih akibat
terjadinya krisis ekonomi beberapa tahun yang lalu.
Peranan kebijakan anggaran melalui kebijakan stimulasi
fiskal, diharapkan akan mampu mempercepat proses pemulihan
ekonomi, yang tercermin dari peranannya dalam permintaan
agregat. Hal ini sejalan dengan Teori Keynesian, bahwa stimulasi
fiskal melalui
“government expenditure”
baik belanja barang dan
jasa maupun belanja investasi atau modal akan dapat membantu
menggerakkan sektor riil.
Penyusunan APBN dan APBD dapat berdampak pada
peningkatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dengan
meningkatkan pendapatan dan penghematan pengeluaran.
Adapun pengaruh APBN dan APBD terhadap perekonomian
masyarakat antara lain:
1. meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat,
maksudnya dapat mengetahui besarnya GNP dari tahun ke
tahun,
2. menciptakan kestabilan keuangan atau moneter negara,
karena dapat mengatur jumlah uang yang beredar di
masyarakat,
3. menimbulkan investasi masyarakat, karena dapat
mengembangkan industri-industri dalam negeri,
4. memperlancar distribusi pendapatan, maksudnya dapat
mengetahui sumber penerimaan dan penggunaan untuk
belanja pegawai dan belanja barang, serta yang lainnya,
5. memperluas kesempatan kerja, karena terdapat
pembangunan proyek-proyek negara dan investasi negara,
sehingga dapat membuka lapangan kerja yang baru dan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tugas Mandiri
Identifikasikan peran nyata APBN dan APBD dalam
memperlancar distribusi pendapatan!
34
Ekonomi SMA dan MA Kelas XI
D.
Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal atau kebijakan anggaran adalah kebijakan
pemerintah yang berhubungan dengan pendapatan dan
pengeluaran negara atau APBN, agar sesuai dengan
pertumbuhan ekonomi yang diharapkan yang pada gilirannya
akan meningkatkan penciptaan lapangan kerja.
Pada dasarnya, kebijakan fiskal atau kebijakan anggaran
dapat dinilai dari dua aspek, yaitu aspek kuantitatif dan aspek
kualitatif.
1. Aspek kuantitatif artinya berhubungan dengan jumlah uang
yang harus ditarik dan dibelanjakan.
2. Aspek kualitatif artinya berhubungan dengan peningkatan
jenis-jenis pajak, pembayaran-pembayaran, dan subsidi-
subsidi.
Penyusunan APBN digunakan sebagai penentu kebijakan
fiskal suatu negara, sebagai alat untuk memengaruhi
peningkatan pendapatan nasional.
1. Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal
Pokok-pokok kebijakan fiskal dalam APBN dapat diperinci
berdasarkan arah kebijakan dan strategi kebijakan.
a. Arah Kebijakan Fiskal dalam APBN
1) Kebijakan fiskal dalam APBN diarahkan untuk dapat
membiayai pengeluaran dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan negara yang efektif namun tetap efisien
dan bebas dari pemborosan maupun korupsi.
2) Kebijakan fiskal diarahkan untuk dapat turut serta dalam
memelihara dan memantapkan stabilitas perekonomian,
dan berperan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi.
3) Kebijakan fiskal diarahkan untuk dapat mengatasi
masalah-masalah mendasar yang menjadi prioritas
pembangunan, yaitu:
a) penanggulangan kemiskinan;
b) peningkatan kesempatan kerja, investasi, dan ekspor;
c) revitalisasi pertanian dan pembangunan perdesaan;
d) peningkatan kualitas dan aksesibilitas terhadap
pendidikan dan pelayanan kesehatan;.
4) Kebijakan fiskal diarahkan untuk mendukung
keberlanjutan proses konsolidasi desentralisasi fiskal
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dengan
tujuan antara lain untuk mengurangi kesenjangan fiskal
antara pusat dan daerah, serta antardaerah, dan
mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah.
Gambar 2.1
Kemiskinan diharapkan
dapat diselesaikan
melalui kebijakan fiskal.
Sumber:
www.google.com:image.
Kebijakan Fiskal
35
b . Strategi Kebijakan Fiskal dalam APBN
1) Meningkatkan konsolidasi fiskal untuk mem-
pertahankan kesinambungan fiskal
(fiscal sustainability)
.
2) Mengupayakan penurunan beban utang, pembiayaan
yang efisien, dan menjaga kredibilitas pasar modal.
3) Menurunkan defisit anggaran terhadap PDB.
4) Meningkatkan penerimaan negara yang bersumber dari
pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
5) Mengendalikan dan meningkatkan efisiensi belanja
negara.
6) Memberikan stimulus guna mendukung pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas.
7) Melanjutkan reformasi administrasi perpajakan,
kepabeanan, dan cukai.
8) Mempertajam prioritas alokasi anggaran belanja
pemerintah pusat.
9) Mengalokasikan alokasi anggaran belanja ke daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku.
10) Mengoptimalkan kebijakan pembiayaan defisit anggaran
dengan biaya dan tingkat risiko yang rendah.
2. Macam-Macam Kebijakan Anggaran
APBN yang disusun pemerintah setiap tahun dapat
dimanfaatkan untuk menentukan kebijakan anggaran (fiskal)
yang disesuaikan dengan kondisi perekonomian suatu negara.
Kebijakan anggaran meliputi hal-hal berikut.
a. Anggaran Seimbang
Anggaran seimbang adalah anggaran yang disusun dengan
pendapatan totalnya sama/seimbang dengan pengeluaran
totalnya. Tujuannya untuk memelihara stabilitas ekonomi
dan mencegah terjadinya defisit.
b . Anggaran Dinamis
Anggaran dinamis adalah anggaran yang selalu meningkat
dibandingkan anggaran tahun sebelumnya. Selain itu
diusahakan meningkatkan pendapatan dan penghematan
dalam pengeluarannya, sehingga dapat meningkatkan
tabungan pemerintah/negara untuk kemakmuran
masyarakat.
c. Anggaran Defisit
Anggaran defisit adalah anggaran dengan pengeluaran negara
lebih besar daripada penerimaan negara. Intinya,
penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan tidak
mencukupi untuk membiayai seluruh pengeluaran
pemerintah. Dengan kata lain, defisit APBN terjadi apabila
pemerintah harus meminjam dari bank sentral atau harus
mencetak uang baru untuk membiayai pembangunannya.
36
Ekonomi SMA dan MA Kelas XI
d. Anggaran Surplus
Anggaran surplus adalah anggaran dengan penerimaan
negara lebih besar daripada pengeluaran. Kebijakan ini
dijalankan bila keadaan ekonomi sedang dilanda inflasi
(kenaikan harga secara terus-menerus), sehingga anggaran
harus menyesuaikan kenaikan harga barang atau jasa.
Untuk mengatasi defisit anggaran antara lain dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut.
a. Kemungkinan Penciptaan Uang Baru
Untuk membiayai pengeluaran, pemerintah dapat
menciptakan uang baru, dengan cara mengeluarkan uang
kertas baru melalui pinjaman dari Bank Sentral berupa kredit
kepada pemerintah, atau sering dikatakan Anggaran Defisit
Spending. Risiko yang timbul adalah terjadinya inflasi, yaitu
meningkatkan harga barang secara umum, karena
bertambahnya jumlah uang yang beredar.
b. Kemungkinan untuk Pinjaman
Untuk membiayai pengeluaran, pemerintah dapat
memperoleh dana melalui pinjaman dengan cara
pengeluaran obligasi dan surat-surat berharga.
Mulai tahun 2000, format dan struktur dalam APBN
menggunakan anggaran defisit, artinya jumlah pengeluaran
lebih besar daripada penerimaannya dan dibiayai dengan
sumber-sumber pembiayaan dari dalam dan luar negeri. Dan
diusahakan untuk menghemat pengeluaran rutin, serta
pengeluarannya ditujukan untuk pembangunan di bidang
kegiatan yang produktif sehingga dapat meningkatkan
pendapatan nasional.
Untuk mencapai kebijakan tersebut, maka penyusunan APBN
harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Anggaran berimbang yang dinamis, maksudnya penerimaan
diusahakan meningkat melalui tabungan pemerintah.
b. Penentuan skala prioritas yang tepat, artinya pengeluaran
harus disesuaikan dengan kepentingannya.
c. Dana-dana pembangunan dalam negeri yang makin besar,
artinya penerimaan dalam negeri selalu ditingkatkan,
sedangkan penerimaan pembangunan (yang berasal dari
utang luar negeri) selalu diperkecil.
d. Bekerja atas dasar program terpadu, artinya pelaksanaan
program yang dapat menjamin terpeliharanya stabilitas
kehidupan ekonomi yang mampu mendorong
pembangunan secara mantap.
Tugas Mandiri
1. Identifikasikan tujuan dari kebijakan fiskal!
2. Identifikasikan macam-macam kebijakan fiskal!
Negara
2005 Persentase
Jepang
3,81
7,97
AS
3,55
7,42
Prancis
2,51
5,25
Inggris
1,79
3,74
Austria
15,87
3,32
Belanda
15,99
3,35
Australia
0,87
1,81
Spanyol
0,61
1,28
Kanada
0,51
1,06
Lain-lain 5,4
11,3
Total
47,8
100
Sumber
:
Departemen Keuangan.
(dalam miliar dollar AS)
Tabel 2.3
Posisi utang luar negeri
Indonesia terhadap
negara lain (per 31
Desember 2005)
Kebijakan Fiskal
37
E.
Pajak
Negara Indonesia adalah negara hukum berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung
tinggi hak dan kewajiban setiap orang. Oleh karena itu, pajak
ditempatkan sebagai salah satu perwujudan kewajiban
kenegaraan dalam rangka kegotongroyongan yang turut
berperan serta dalam pembiayaan dan pembangunan negara.
Sesuai dengan ketentuan UUD 1945 Pasal 23 Ayat (2),
ketentuan-ketentuan perpajakan yang merupakan landasan
pemungutan pajak harus ditetapkan dengan undang-undang.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka undang-undang tentang
perpajakan di Indonesia yang sekarang berlaku adalah sebagai
berikut.
1. Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000, tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000, tentang Pajak
Penghasilan.
3. Undang-Undang Nomor18 tahun 2000, tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas
Barang Mewah.
4. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994, tentang Pajak Bumi
dan Bangunan.
5. Peraturan pemerintah RI Nomor 24 tahun 2000 tentang Bea
Meterai.
Untuk lebih jelasnya mengenai segala hal yang menyangkut
pajak, simak pembahasan berikut ini.
1. Pengertian Pajak dan Pungutan Resmi Lainnya
Pajak
(Tax)
adalah iuran wajib dari rakyat kepada negara dengan
tidak menerima imbalan jasa secara langsung berdasarkan
undang-undang, untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum. Oleh karena pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan negara sehingga pemungutannya dapat dipaksakan,
baik secara perseorangan maupun dalam bentuk badan usaha.
Adapun yang dimaksud dengan tidak menerima imbalan jasa
secara langsung adalah imbalan khusus yang erat hubungannya
dengan pembayaran iuran tersebut. Imbalan jasa dari negara
antara lain menggunakan jalan-jalan, perlindungan dari pihak
keamanan, pembangunan jembatan yang tidak ada
hubungannya langsung dengan pembayaran itu.
Dari pengertian di atas, ciri-ciri yang melekat pada definisi pajak
antara lain sebagai berikut.
a. Pajak merupakan setoran sebagian kekayaan individu atau
badan usaha untuk kas negara sesuai dengan ketentuan UU.
b . Sifat pemungutannya dapat dipaksakan, terus-menerus dan
tidak mendapat prestasi (imbalan) kembali secara langsung.
c. Penerimaan pajak oleh negara dipakai untuk pengeluaran
negara dalam melayani kepentingan masyarakat.
Wawasan Ekonomi
Sistem perpajakan yang berlaku
di Indonesia mencerminkan
jaminan hukum, aspek keadilan,
dan pemerataan.
38
Ekonomi SMA dan MA Kelas XI
Pajak yang dipungut oleh negara mempunyai peran yang sangat
besar bagi pembangunan, karena merupakan salah satu sumber
penerimaan negara selain minyak bumi dan gas alam. Oleh
karena itu, dalam pemungutannya diperlukan kesadaran untuk
memenuhi kewajiban membayar pajak. Kesadaran tersebut akan
dapat dicapai apabila masyarakat menyadari peranan pajak itu
sendiri. Adapun peranan pajak di antaranya sebagai berikut.
a. Berfungsi sebagai alat demokrasi di Indonesia untuk
melaksanakan pembangunan.
b . Penerimaan negara dari pajak akan meningkatkan tabungan
pemerintah.
c. Masyarakat harus menyadari dan merasa memperoleh
kenikmatan atas pembangunan dalam segala bidang yang
dijalankan pemerintah.
d. Kelangsungan pembangunan Indonesia memerlukan biaya
dan masyarakat harus menyadari bahwa biaya tersebut
merupakan tanggung jawab bersama.
Selain melakukan pungutan berupa pajak, pemerintah juga
melakukan pungutan selain pajak, di antaranya sebagai berikut.
a. Retribusi, adalah iuran rakyat yang disetorkan melalui kas
negara atas dasar pembangunan tertentu dari jasa atau barang
milik negara yang digunakan oleh orang-orang tertentu.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa:
1) retribusi tidak ada unsur paksaan,
2) ikatan pembayaran tergantung pada kemauan si
pembayar,
3) tidak selalu menggunakan sarana undang-undang.
Jadi, retribusi pada umumnya berhubungan dengan imbalan
jasa secara langsung. Contoh: pembayaran listrik,
pembayaran abonemen air minum, dan sebagainya.
b. Cukai, adalah iuran rakyat atas pemakaian barang-barang
tertentu, seperti minyak tanah, bensin, minuman keras,
rokok, atau tembakau.
Gambar 2.2
Kesadaran membayar pajak merupakan bentuk tanggung jawab wajib
pajak.
Sumber:
Kompas, 1 September 2006.
Kebijakan Fiskal
39
c. Bea masuk, adalah bea yang dikenakan terhadap barang-
barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean Indonesia
dengan maksud untuk dikonsumsi di dalam negeri.
Sementara itu, bea keluar adalah bea yang dikenakan atas
barang-barang yang akan dikeluarkan dari wilayah pabean
Indonesia dengan maksud barang tersebut akan diekspor
ke luar negeri.
d. Sumbangan, adalah iuran orang-orang atau golongan orang
tertentu yang harus diberikan kepada negara untuk
menutupi pengeluaran-pengeluaran negara yang sifatnya
tidak memberikan prestasi kepada umum, dan
pengeluarannya tidak dapat diambil dari kas negara.
Pada mulanya sumbangan bersifat insidentil dan sukarela,
jumlah sumbangan juga tidak mengikat dan tidak harus
berupa uang tetapi dapat berupa barang. Namun selanjutnya,
sumbangan bersifat rutin atau wajib yang berupa uang
dengan jumlah tertentu yang ditetapkan, misalnya: pajak
kendaraan bermotor.
Perbedaan antara pajak dengan pungutan resmi lainnya sebagai
sumber pendapatan negara adalah seperti berikut.
a. Iuran dengan imbalan
yang langsung dari
negara
b. Tidak ada unsur
paksaan
c. Pengenaan terbatas
pada mereka orang-
orang tertentu
d. Prestasi (imbalan)
diterima oleh golongan
tertentu atau orang-
orang tertentu
a. Iuran dengan imbalan
yang tidak langsung
dari negara
b . Dapat dipaksakan
c. Berlaku untuk seluruh
rakyat tanpa kecuali
d. Prestasi (imbalan)
diterima oleh seluruh
rakyat
Pajak
Pungutan Resmi Lainnya
2. Fungsi Utama Pajak bagi Pemerintah
Pajak memegang peranan yang sangat penting bagi suatu
negara, karena pajak merupakan sumber pendapatan negara,
yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur kegiatan
ekonomi dan sebagai pemerataan pendapatan masyarakat.
Pajak mempunyai fungsi utama sebagai berikut.
a. Fungsi Anggaran (Fungsi
Budgeter
)
Pajak merupakan sumber pemasukan keuangan negara
yang menghimpun dana ke kas negara untuk membiayai
pengeluaran negara atau pembangunan nasional. Jadi, fungsi
pajak adalah sebagai sumber pendapatan negara, yang
bertujuan agar posisi anggaran pendapatan dan pengeluaran
mengalami keseimbangan
(balance budget)
.
40
Ekonomi SMA dan MA Kelas XI
b . Fungsi Mengatur (Fungsi
Regulered
)
Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi
dan sosial. Fungsi mengatur
(regulered)
tersebut antara lain:
1) memberikan proteksi terhadap barang produksi dalam
negeri, misalnya PPN (Pajak Pertambahan Nilai);
2) pajak dapat dipakai untuk menghambat laju inflasi;
3) pajak dipakai sebagai alat untuk mendorong ekspor,
misalnya pajak ekspor barang 0%;
4) untuk menarik dan mengatur investasi modal yang dapat
menunjang perekonomian yang produktif.
c. Fungsi Pemerataan (Fungsi
Distribution
)
Pajak mempunyai fungsi pemerataan artinya dapat
digunakan untuk menyeimbangkan dan menyesuaikan
antara pembagian pendapatan dengan kesejahteraan
masyarakat. Dengan kata lain, pajak berfungsi untuk
pemerataan pendapatan masyarakat, sebagaimana yang
tercantum dalam Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur
Pemerataan.
3. Jenis Pajak
Pajak yang berlaku di Indonesia dapat digolongkan berdasarkan
cara pemungutannya, objek yang dikenakan, dan siapa yang
memungut.
a. Ditinjau dari Cara Pemungutannya
1) Pajak langsung, adalah pajak yang dibebankan harus
ditanggung oleh wajib pajak sendiri, dan tidak boleh
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: pajak penghasilan, pajak perseroan, pajak
kekayaan, pajak dividen, dan pajak bunga deposito.
2) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pemungutannya
dapat dialihkan kepada orang lain.
Contoh: pajak penjualan, cukai, pajak tontonan, bea
meterai, bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, dan bea
balik nama.
c. Ditinjau dari Siapa yang Memungut
1) Pajak negara, adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat melalui aparatnya, yaitu Dirjen Pajak,
Kantor Inspeksi Pajak yang tersebar di seluruh Indonesia,
maupun Dirjen Bea dan Cukai.
2) Pajak daerah (lokal), adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah dan terbatas pada rakyat daerah itu
sendiri, baik yang dilakukan oleh Pemda Tingkat I
maupun Pemda Tingkat II.
b . Ditinjau dari Objek yang Dikenakan
1) Pajak subjektif, adalah pajak yang pemungutannya
berdasar atas subjeknya (orangnya), di mana keadaan diri
pajak dapat memengaruhi jumlah yang harus dibayar.
Contoh: pajak penghasilan dan pajak kekayaan.
Kebijakan Fiskal
41
4. Tarif Pajak
Cara pemungutan pajak atau sistem penetapan tarif pajak terdiri
atas empat cara, yaitu seperti berikut.
a. Tarif pajak proporsional (sebanding), adalah tarif pajak
dengan menggunakan persentase yang tetap untuk setiap
dasar pengenaan pajak.
Contoh:
b. Tarif pajak degresif (menurun), adalah tarif pajak dengan
menggunakan persentase yang menurun untuk setiap dasar
pengenaan pajak.
Contoh:
c. Tarif pajak konstan (tetap), adalah tarif pajak yang tetap
untuk setiap dasar pengenaan pajak atau besarnya pajak yang
dibayarkan jumlahnya tetap.
Contoh:
Pendapatan Kena
Pajak (PKP)
Rp
5.000.000,00
10%
Rp
500.000,00
Rp
7.500.000,00
10%
Rp
750.000,00
Rp 10.000.000,00
10%
Rp 1.000.000,00
% tarif Pajak
BesarnyaPajak
Pendapatan Kena
Pajak (PKP)
Rp
5.000.000,00
30%
Rp 1.500.000,00
Rp
7.500.000,00
20%
Rp 1.500.000,00
Rp 10.000.000,00
10%
Rp 1.000.000,00
% tarif Pajak
BesarnyaPajak
Pendapatan Kena Pajak (PKP)
Rp
5.000.000,00
Rp 1.500.000,00
Rp
7.500.000,00
Rp 1.500.000,00
Rp 10.000.000,00
Rp 1.000.000,00
Besarnya Pajak
Tugas Mandiri
1. Jelaskan undang-undang perpajakan yang berlaku di
Indonesia sekarang!
2. Ciri-ciri apa sajakah yang terdapat dalam pengertian
pajak?
2) Pajak objektif, adalah pajak yang pemungutannya
berdasar atas objeknya. Contoh: pajak kekayaan, bea
masuk, bea meterai, pajak impor, pajak kendaraan
bermotor, Pajak Bumi dan Bangunan, dan sebagainya.
Gambar 2.3
Grafik tarif pajak.
42
Ekonomi SMA dan MA Kelas XI
d. Tarif pajak progresif (menaik), adalah tarif pajak dengan
prosentase yang semakin meningkat untuk setiap dasar
pengenaan pajak.
Contoh:
5. Cara Menghitung Pajak
Sistem perpajakan adalah cara yang digunakan oleh pemerintah
untuk memungut atau menarik pajak dari rakyat dalam rangka
membiayai pembangunan dan pengeluaran pemerintah lainnya.
Ciri dari corak sistem perpajakan di Indonesia berdasarkan
undang-undang yang berlaku antara lain sebagai berikut.
a. Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari
pengabdian dan peran serta masyarakat untuk pembiayaan
negara dan pembangunan nasional.
b. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan
pajak berada pada anggota masyarakat wajib pajak sendiri.
c. Anggota masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan mela-
porkan sendiri pajak yang terutang
(self assessment)
.
Oleh karena itu, pemerintah mengatur sistem perpajakan yaitu
Undang-Undang Perpajakan yang baru, yang terdiri atas UU
Nomor 16 tahun 2000, UU Nomor 17 tahun 2000, UU Nomor
18 tahun 2000, dan UU Nomor 12 tahun 1994 tentang
perubahan atas UU Nomor 9 tahun 1994, UU Nomor 10 tahun
1994, UU Nomor 11 tahun 1994, dan UU Nomor 12 tahun 1994.
a . Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan
Undang-undang ini berisi dua bab, yaitu:
1) Bab I mengenai pengertian dasar yang berkaitan dengan
pajak dan perhitungan pajak.
Dalam UU ini berisi pengertian berikut.
a) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungutan pajak dan
pemotongan pajak tertentu.
b) Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha
maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama
Pendapatan Kena
Pajak (PKP)
Rp
5.000.000,00
10%
Rp
500.000,00
Rp
7.500.000,00
15%
Rp 1.125.000,00
Rp 10.000.000,00
20
%
Rp 2.000.000,00
% tarif Pajak
Besarnya Pajak
Kebijakan Fiskal
43
dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi,
dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi masa, organisasi sosial politik, atau
organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap
dan bentuk badan lainnya.
c) Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam
bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang. Mengimpor
barang, mengekspor barang, melakukan
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud
dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau
memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
d) Pengusaha kena pajak adalah pengusaha sebagaimana
dimaksud diatas yang melakukan penyerahan barang
kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak yang
dikenakan berdasarkan UU Pajak Pertambahan Nilai
1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha
Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang
memilih untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena
pajak.
e) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor
yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana
dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
f ) Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama
dengan 1 (satu) tahun takwim atau jangka waktu lain
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan takwim.
g) Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun
takwim kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun
buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
h) Bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu
1 (satu) tahun pajak.
i) Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar
pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak
atau dalam bagian tahun pajak menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
j) Surat pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib
pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan
atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan
objek pajak, dan atau harta dan kewajiban, menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
2) Bab II tentang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Surat
Pemberitahuan, dan Tata Cara Pembayaran Pajak.
Wawasan Ekonomi
Regulasi perpajakan di Indonesia
belum probisnis karena “cara
berpikir” petugas pajak masih
sebagai penguasa, bukan
fasilitator. Kalangan pengusaha
mengeluhkan rumitnya aturan,
banyaknya jenis, dan jumlah
pajak yang harus dibayar, serta
lamanya waktu untuk mengurus
pajak. Restitusi pajak juga diduga
jadi sumber korupsi.
44
Ekonomi SMA dan MA Kelas XI
b. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak
Penghasilan
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan
terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak. Sementara itu, penghasilan
adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima, baik berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia,
yang dapat menambah kekayaan wajib pajak yang
bersangkutan.
1) Subjek Pajak Penghasilan
Subjek pajak meliputi:
a) -
orang pribadi
-
warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak
b) badan
c) bentuk usaha tetap, yaitu bentuk usaha yang
digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau
badan yang tidak didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha
dan melakukan kegiatan di Indonesia
Subjek pajak terdiri atas subjek pajak dalam negeri dan
subjek pajak luar negeri.
a) Subjek pajak dalam negeri adalah:
-
orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia
atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
-
badan yang didirikan atau bertempat kedudukan
di Indonesia;
-
warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak.
b) Subjek pajak luar negeri adalah:
-
orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia
atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang
menjalankan usaha;
-
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia.
2) Objek Pajak Penghasilan
Objek pajak penghasilan adalah penghasilan yang setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar negeri, yang dpaat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak
Kebijakan Fiskal
45
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk:
a) penggantian atau imbahan berkenaan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,
bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam
bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU ini;
b) hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan
penghargaan;
c) laba usaha;
d) keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan
harta;
e) penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya;
f) bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
karena jaminan pengembalian utang;
g) dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun,
termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis dan pembagian SHU koperasi;
h) royalti;
i) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
j) penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k) keuntungan karena pembebasan utang;
l) keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
m ) selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n) premi asuransi;
o) iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p) tambahan kekayaan neto yang berasal dari
penghasilan yang belum dikenakan pajak;
Pajak atas penghasilan berupa bunga deposito dan
tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi
saham dan sekuritas lannya di bursa efek, penghasilan
dari pengalihan harta berupa tanah dan atau tabungan
serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya
diatur dengan peraturan pemerintah.
3) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/
PMK.03/2005 ditetapkan tanggal 30 Desember 2005,
tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena
Pajak.
a) Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak disesuaikan
menjadi sebagai berikut.
-
Rp13.200.000,00 (tiga belas juta dua ratus ribu
rupiah) untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi;
Wawasan Ekonomi
Beban pajak serta jenis pajak
yang begitu banyak dan mahal
akan menciptakan biaya yang
tinggi dan inefisiensi per-
ekonomian. Dampaknya adalah
menurunnya daya saing Indone-
sia sebagai tujuan investasi.
46
Ekonomi SMA dan MA Kelas XI
-
Rp1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah)
tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
-
Rp13.200.00,00 (tiga belas juta dua ratus ribu
rupiah) tambahan untuk seorang istri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan
suami;
-
Rp1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah)
tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah
dan keluarga semenda dalam garis keturunan
lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak (3 (tiga) orang untuk
setiap keluarga.
b) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai
berlaku sejak tahun pajak 2006.
4) Tarif Pajak Penghasilan
Menurut UU Nomor 17 tahun 2000, tarif pajak yang
ditetapkan atas penghasilan wajib pajak perseorangan
(orang pribadi) dengan ketentuan sebagai berikut.
Sementara itu, wajib pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap ditentukan sebagai berikut.
Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan
1) Jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 120.000.000,00.
Pajak Penghasilan terutang dihitung:
-
Rp 25.000.000,00 × 5%
= Rp 1.250.000,00
-
Rp 25.000.000,00 × 10%
= Rp 2.500.000,00
-
Rp 50.000.000,00 × 15%
= Rp 7.500.000,00
-
Rp 20.000.000,00 × 25% = Rp
5.000.000,00
+
Jumlah
Rp 16.250.000,00
2) Seorang wajib pajak mempunyai penghasilan neto setiap
tiga bulan Rp 24.320.000,00 wajib pajak tersebut
berstatus kawin dan mempunyai 3 orang anak,
sedangkan istrinya tidak mempunyai usaha. Dengan
demikian perhitungan PPh sebagai berikut.
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Tarif Pajak
-
Sampai dengan Rp 25.000.000,00
5 %
-
Di atas Rp 25.000.000,00 – Rp 50.000.000,00
10 %
-
Di atas Rp 50.000.000,00 – Rp 100.000.000,00
15 %
-
Di atas Rp 100.000.000,00 – Rp 200.000.000,00
25 %
-
Di atas Rp 200.000.000,00
35 %
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Tarif Pajak
-
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
10 %
-
Di atas Rp 50.000.000,00 – Rp 100.000.000,00
15 %
-
Di atas Rp 100.000.000,00
30 %
Kebijakan Fiskal
47
Penghasilan neto setahun:
24.320.000 × 4 =
Rp 97.280.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
-
Diri wajib pajak
Rp
2.880.000,00
-
Tambahan istri
Rp
1.440.000,00
-
Anak 3 × 1.440.000 Rp 4.320.000,00
+
Rp 8.640.000,00
–
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Rp
88.640.000,00
PPh terutang setahun:
Rp 25.000.000,00 × 5 % =
Rp
1.250.000,00
Rp 25.000.000,00 × 10 % =
Rp
2.500.000,00
Rp 38.640.000,00 × 15
% =
Rp 5.796.000,00
+
Rp 9.546.000,00
Jadi, PPh selama 3 bulan adalah:
Rp 9.546.000,00 × 3/12 = Rp 2.386.500,00,00
c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, serta Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah
1) Objek Pajak
Menurut Pasal 4, yang menjadi objek Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) adalah:
a) penyerahan barang kena pajak di dalam daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha,
b) impor barang kena pajak,
c) penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan di dalam
daerah pabean oleh pengusaha,
d) pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari
luar daerah pabean di dalam daerah pabean,
e) pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean
di dalam daerah pabean,
f ) ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Menurut Pasal 5, di samping pengenaan PPN, dikenakan
juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), yaitu:
a) penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah
yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan
barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut
di dalam daerah pabean dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaannya,
b) impor barang kena pajak yang tergolong mewah.
2) Tarif PPN dan PPn BM
Menurut Pasal 7 UU Nomor 11 Tahun 2000, tarif Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) adalah:
a) tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh
persen),
Gambar 2.4
Mobil mewah termasuk
objek yang dikenai pajak
impor
.
Sumber:
Dokumen Penerbit.
48
Ekonomi SMA dan MA Kelas XI
b) tarif Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Barang Kena
Pajak adalah 0% (nol persen),
c) dengan peraturan pemerintah, tarif pajak dapat
diubah serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan
setinggi-tingginya 15% (lima belas persen).
Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM),
menurut Pasal 8, adalah:
a) tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serendah-
rendahnya 10% (sepuluh persen) dan setinggi-
tingginya 75% (tujuh puluh lima persen),
b) atas ekspor barang kena pajak yang tergolong mewah
dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen),
c) dengan peraturan pemerintah ditetapkan kelompok
barang kena pajak yang tergolong mewah yang
dikenakan PPn BM,
d) macam dan jenis barang yang dikenakan PPn BM atas
barang kena pajak yang tergolong mewah ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.
d. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak pusat yang
hasil pemungutannya diserahkan ke pemerintah daerah,
untuk membiayai pembangunan di wilayahnya.
1) Objek PBB
Objek pajak dalam Pajak Bumi dan Bangunan adalah
bumi dan atau bangunan. Sementara itu, objek pajak yang
tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah:
a) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan
umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan,
pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
b) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala
atau yang sejenis dengan itu.
c) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan
wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang
dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum
dibebani hak.
d) Digunakan oleh perwakilan diplomat, konsulat
berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
e) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi
internasional yang ditentukan oleh Menteri
Keuangan.
2) Tarif PBB
Tarif PBB yang dikenakan pada objek pajak adalah 0,5%
dari Nilai Jual Objek Kena Pajak (NJOKP). Dan besarnya
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
ditetapkan sebesar Rp8.000.000,00 untuk setiap wajib
pajak.
Kebijakan Fiskal
49
Adapun dasar pengenaan PBB adalah sebagai berikut.
a) Dasarnya adalah nilai jual objek pajak.
b) Besarnya nilai jual objek pajak ditetapkan 3 tahun
sekali oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah
tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan
perkembangan daerahnya.
c) Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak
Kena Pajak (NJOPKP) yang ditetapkan serendah-
rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai
Jual Objek Pajak (NJOP).
d) Besarnya nilai jual kena pajak ditetapkan dengan
peraturan pemerintah dengan memperhatikan
kondisi ekonomi nasional.
Contoh:
• Seorang wajib pajak mempunyai dua objek pajak berupa
bumi dan bangunan sebagai berikut.
Nilai Jual Objek Pajak bumi
Rp
4.000.000,00
Nilai Jual Objek Pajak bangunan
Rp
2.000.000,00
+
Nilai Jual Objek Pajak sebagai
dasar pengenaan pajak
Rp
6.000.000,00
Nilai Jual Objek Pajak
Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
Rp
8.000.000,00
–
Nilai Jual Objek Kena Pajak
Rp 0
• Seorang wajib pajak mempunyai dua objek pajak berupa
bumi dan bangunan masing-masing sebagai berikut.
Nilai Jual Objek Pajak bumi
Rp
8.000.000,00
Nilai Jual Objek Pajak bangunan
Rp
5.000.000,00
+
Nilai Jual Objek Pajak sebagai
dasar pengenaan pajak
Rp
13.000.000,00
Nilai Jual Objek Pajak
Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
R
p 8.000.000,00
–
Nilai Jual Objek Kena Pajak
Rp
5.000.000,00
Jadi, besarnya Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang:
0,5% × 20% × Rp 5.000.000,00 = Rp 5.000,00
3) Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan
Pembagian hasil penerimaan PBB diatur dalam Peraturan
Pemerintah, namun pada garis besarnya penerimaan
tersebut dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Ketentuan besarnya persentase (%) dan urutan
pembagian hasil penerimaan PBB antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah adalah sebagai berikut.
a) Hasil penerimaan PBB merupakan penerimaan negara
(100%).
b) 10% dari hasil penerimaan PBB, untuk pemerintah
pusat dan disetor ke kas negara.
50
Ekonomi SMA dan MA Kelas XI
c) 90% dari hasil penerimaan PBB, untuk pemerintah
daerah.
d) 90% untuk pemerintah daerah tersebut masih harus
dikurangi dengan 10% untuk biaya pemungutan.
Sisanya: - Untuk Pemerintah Daerah Tk I 20%
- Untuk Pemerintah Daerah Tk II 80%
Contoh:
Hasil Penerimaan PBB
Rp
100.000.000,00
Untuk pemerintah pusat (kas negara)
10% × Rp 100.000.000,00
Rp
10.000.000,00
–
Rp 90.000.000,00
Untuk biaya pemungutan
10% × Rp 90.000.000,00
Rp
9.000.000,00
–
Untuk Pemerintah Daerah Tk I dan II Rp
81.000.000,00
Bagian penerimaan pajak pemerintahan daerah adalah:
a) Untuk Pemda Tk I:
20% × Rp 81.000.000,00 = Rp 16.200.000,00
b) Untuk Pemda Tk II:
80% × Rp 81.000.000,00 = Rp 64.200.000,00
e. Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2000 tentang Bea
Meterai
Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut, besarnya bea
meterai ditentukan sebagai berikut.
1) Surat perjanjian, akta notaris, akta PPAT, surat lamaran
sebesar Rp 6.000,00.
2) Dokumen nominal Rp 250.000,00 – Rp 1.000.000,00
sebesar Rp 3.000,00 lebih dari Rp 1.000.000,00 sebesar
Rp 6.000,00.
3) Cek dan bilyet giro sebesar Rp 3.000,00.
Gambar 2.5
Rumah dan tanah merupakan objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Sumber:
Dokumen Penerbit.
Kebijakan Fiskal
51
A. Pajak Dalam Negeri
399.321,7
408.828,6
490.240,3
22,8
19,9
I.
Pajak Penghasilan (PPh)
210.713,6
212.300,2
257.347,0
22,1
21,2
1.
PPh Migas
37.516,1
37.288,2
39.190,4
4,5
5,1
a.
PPh Minyak Bumi
13.787,7
12.739,1
13.460,2
-2,4
5,7
b.
PPh Gas Alam
23.728,4
24.549,1
25.730,2
8,4
4,8
2.
PPh Nonmigas
173.197,5
175.012,0
218.156,6
26,0
24,7
a.
PPh Pasal 21
27.706,4
28.001,9
34.905,0
26,0
24,7
b.
PPh Pasal 22
20.535,3
19.788,6
24.726,6
20,4
25,0
b.1. PPh Pasal 22 Nonimpor
4.118,7
4.382,9
5.476,6
33,0
25,0
b.2. PPh Pasal 22 Impor
16.416,6
15.405,7
19.250,0
17,3
25,0
c.
PPh Pasal 23
18.916,3
19.487,3
24.350,2
28,7
25,0
d.
PPh Pasal 25/29
70.506,8
70.985,9
88.256,3
25,2
24,3
d.1. PPh Pasal 25/29 Pribadi
2.298,5
2.327,7
2.465,2
7,3
5,9
d.2. PPh Pasal 25/29 Badan
68.208,3
68.658,2
85.791,1
25,8
25,0
e .
PPh Pasal 26
10.388,9
11.055,4
13.814,2
33,0
25,0
f.
PPh Final dan Fiskal Luar Negeri
25.143,8
25.692,9
32.104,3
27,7
25,0
II. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPN/PPnBM)
128.307,6
132.876,1
161.044,2
25,5
21,2
III. Pajak Bumi dan Bang
unan (PBB) dan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB)
21.008,0
22.540,0
26.656,9
26,9
18,3
1.
PBB
15.727,9
18.153,8
21.267,0
35,2
17,1
2.
BPHTB
5.280,1
4.386,2
5.389,9
2,1
22,9
IV. Cukai
36.519,7
38.522,6
42.034,7
15,1
9,1
V.
Pajak Lainnya
2.772,8
2.589,7
3.157,5
13,9
21,9
B.
Pajak Perdagangan Internasional
16.991,5
14.626,7
15.637,4
-8,0
6,9
I.
Bea Masuk
16.572,6
13.383,0
14.417,6
-13,0
7,7
II. Pajak/Pungutan Ekspor
418,9
1.243,7
1.219,8
191,2
-1,9
Jumlah
416.313,2
423.455,3
505.877,7
21,5
19,5
Penerimaan Perpajakan
Tahun 2006 dan 2007
1)
(dalam milliar rupiah)
1) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan karena pembulatan
Sumber:
Departemen Keuangan RI
Uraian
RAPBN-P
APBN
RAPBN
% Selisih
thd
APBN
2006
% Selisih
thd
APBN-P
2006
2006
2007
Sebagai gambaran tentang besarnya penerimaan dari pajak
negara, berikut ini disajikan perkembangan penerimaan
beberapa jenis pajak-pajak negara dari tahun 2006–2007.
52
Ekonomi SMA dan MA Kelas XI
Rangkuman
• Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah suatu rencana penerimaan
dan belanja (pengeluaran) pemerintah dalam rangka mencapai sasaran pembangunan
dalam kurun waktu satu tahun dan disetujui oleh DPR.
• Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu rencana penerimaan
dan belanja (pengeluaran) pemerintah daerah, baik Propinsi ataupun Kabupaten dalam
rangka mencapai sasaran pembangunan dalam kurun waktu satu tahun dan dsetujui
oleh DPRD.
• Fungsi penyusunan APBN dan APBD terdiri atas:
1. Fungsi alokasi, yaitu untuk mengatur alokasi penggunaan dana pembangunan agar
penggunaannya efektif dan efisien.
2. Fungsi distribusi, yaitu untuk disalurkan kepada masyarakat dalam pemberian
tunjangan, gaji pegawai dan sebagainya.
3. Fungsi stabilisasi, yaitu untuk mengendalikan jalannya perekonomian.
• Sumber pendapatan negara berasal dari penerimaan dalam negeri dan penerimaan
pembangunan (utang luar negeri), sedangkan tujuan pembelanjaan negara terdiri atas
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
• Penyusunan APBN dan APBD berdampak positif terhadap kegiatan ekonomi
masyarakat, di antaranya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan
kestabilan keuangan, menimbulkan investasi masyarakat, memperlancar distribusi
pendapatan, dan dapat memperluas lapangan kerja.
• Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan penerimaan
dan pengeluaran negara yang tertuang dalam APBN.
• Macam-macam kebijakan fiskal antara lain:
1. Kemungkinan penciptaan yang baru, untuk pembiayaan pembangunan.
2. Kemungkinan untuk pinjaman, dengan cara pengeluaran obligasi dan surat
berharga.
Tugas Kelompok
Tugaskan salah satu anggota kelompokmu untuk
membawa Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak
Bumi dan Bangunan (SPPT) untuk pembayaran tahun
terakhir (misalnya tahun 2005).
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut.
1. Berapa luas bumi (tanah) yang tertera dalam SPPT
PBB tersebut?
2. Berapa luas bangunan rumah yang tertera pada SPPT
tersebut?
3. Berapa NJOP per meter, masing-masing untuk bumi
dan bangunannya?
4. Berdasarkan SPPT tersebut, perhatikan dan tuliskan:
a. NJOP sebagai dasar pengenaan PBB,
b. NJOPTKP,
c. NJOP untuk perhitungan PBB,
d. NJKP,
e. PBB terutang!
Kebijakan Fiskal
53
Latih Kemandirian 2
A. Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
5.
Pengenaan PPn BM terhadap penyerahan
barang-barang mewah merupakan suatu
upaya untuk ....
a.
meningkatkan produksi dalam negeri
b. mengurangi pola konsumsi tinggi
yang tidak produktif
c. meningkatkan pola konsumsi mewah
bagi masyarakat
d. menentukan barang mewah dan
bukan barang mewah
e. mencapai sasaran hidup mewah
6.
Pajak yang beban pajaknya tidak dapat
digeserkan atau dilimpahkan kepada
orang lain disebut ....
a.
pajak tidak langsung
b
. pajak langsung
c. pajak penjualan
d. pajak meterai
e. bea lelang
7.
Sesuai sistem penetapan tarif progresif,
berlaku ketentuan ....
a.
makin besar pendapatan, makin kecil
persentase pajak
b
. makin besar pendapatan, makin besar
persentase pajak
c. makin besar pendapatan, persentase
pajaknya tetap
d. makin kecil pendapatan, makin besar
persentase pajak
e. makin kecil pendapatan, makin besar
jumlah pajak
8.
Berikut ini merupakan objek Pajak
Penghasilan (PPh),
kecuali
....
a.
laba bruto usaha
b
. keuntungan karena pembebasan
utang dari Dirjen Pajak
c. keuntungan karena penjualan atau
pengalihan harta
d. penghasilan yayasan dari usaha yang
semata-mata untuk kepentingan
umum
e. penerimaan kembali pembayaran
pajak yang telah diperhitungkan
sebagai biaya
1.
Diketahui data APBN suatu negara tahun
2005 sebagai berikut.
-
Penerimaan dalam negeri Rp60.807,8
miliar
-
Penerimaan pembangunan sebesar
Rp20.520,1 miliar
-
Pengeluaran rutin Rp25.639,1 miliar
-
Pengeluaran pembangunan sebesar
Rp55.688,8 miliar
Dari data di atas, besarnya pinjaman luar
negeri adalah ....
a. Rp 60.807,8 miliar
b. Rp 55.688,8 miliar
c. Rp 40.677,9 miliar
d. Rp 35.168,7 miliar
e. Rp 5.119 miliar
2.
Berikut ini merupakan tujuan kebijakan
fiskal atau kebijakan anggaran,
kecuali
....
a.
stabilitas perekonomian
b
. menaikkan hasil produksi
c. memperluas kesempatan kerja
d. memantapkan pertumbuhan
pendapatan
e. meningkatkan keadilan pembagian
pendapatan
3.
Untuk menutup defisit anggaran,
pemerintah mengusahakan dana yang
berasal dari ....
a.
perbankan dalam negeri
b.
subsidi
c. penerimaan perpajakan
d. penerimaan sumber daya alam
e. pinjaman luar negeri
4.
Seorang wajib pajak memiliki penghasilan
kena pajak sebesar Rp60.000.000,00 per
tahun. Berdasarkan undang-undang yang
berlaku, besarnya pajak penghasilan yang
terutang setahunnya adalah ....
a
.
Rp 18.000.000,00
d. Rp 9.250.000,00
b. Rp 15.000.000,00
e. Rp 9.000.000,00
c. Rp 12.000.000,00
54
Ekonomi SMA dan MA Kelas XI
B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!
1.
Identifikasikan sumber pendapatan dan belanja daerah!
2.
Jelaskan pengertian kebijakan fiskal!
3.
Apa dasar hukum pemerintah melakukan pungutan pajak kepada rakyat? Jelaskan!
4.
Kabupaten Manokwari menerima hasil PBB dalam tahun 2006 sebesar Rp150.000.000,00.
Hitunglah besarnya pembagian PBB untuk pemerintah pusat, biaya pemungutan,
Pemerintah Daerah Tingkat I, dan Pemerintah Daerah Tingkat II!
5.
Tuan Frida seorang pegawai perusahaan dan belum menikah. Tiap bulannya ia menerima
gaji Rp4.000.000,00, membayar iuran pensiun Rp150.000,00, membayar iuran jaminan
sosial Rp200.000,00, serta membayar iuran THT Rp50.000,00. Hitunglah PPh pasal 21 yang
harus dipotongkan setiap bulannya dan buatlah jurnalnya!
9.
Perhatikan tabel berikut ini!
Dari tabel di atas, tarif I ditetapkan
berdasarkan tarif pajak ....
a.
tetap
b
. proporsional
c. progresif
d. degresif
e. regresif
Pendapatan Kena Pajak
Tarif I
Tarif II
Tarif III
Tarif IV
Tarif V
Rp 20.000.000,00
Rp
2.000,00
20%
10%
10%
30%
Rp 40.000.000,00
Rp
2.000,00
20%
15%
9%
20%
Rp 60.000.000,00
Rp
2.000,00
20%
30%
8%
10%
10.
Dasar pengenaan pajak bumi dan
bangunan adalah ....
a.
nilai jual objek pajak
b . nilai jual taksiran
c. nilai jual kena pajak
d. nilai jual pengganti
e. nilai jual pengganti objek